Catatan Faisal Alami
Namanya Ida. Lengkapnya Ida Yuhana Ulfa, adik bungsuku. Kami 5 bersaudara, 4 perempuan dan 1 laki-laki. Sejak kecil, adikku ini memang penuh semangat dan selalu mandiri. Begitupun, kami tak menyangka pada akhirnya ia maju menjadi calon wakil bupati Kab Magetan.
Selama ini ia berkutat dalam dunia pendidikan, profesi sebagai ASN, bagaimana mungkin ia berani terjun ke dunia politik yang kata orang, banyak tipu daya dan kejam, serta melepaskan status ASNnya?
Ida kecil, lahir di Desa Plumpung Plaosan tahun 1981, putra dari pasangan Alm Bapak Djawahir dan Almh Ibu Siti Romlah. Bapaknya bekerja sebagai Kepala Dinas di Kab Magetan, Ibunda bekerja sebagai Kepala Sekolah MI Plumpung. Wajar jika jiwa pendidik mengalir dalam dirinya. Ida juga adalah cucu dari KH Moch Djazuli, tokoh Agama yang menyebarkan Islam di daerah Plaosan dan mendirikan Masjid Baiturrahim Desa Plumpung.
Ida mengenyam pendidikan dasar di MI Plumpung. Saat lulus tahun 1993, ia yang minta sendiri kepada Bapak agar SMP nya melanjutkan di pesantren. Maka begitulah, SMP dan SMA nya dihabiskan MTsN/MAN Bahrul Ulum Jombang, sambil nyantri di Pesantren Al Fathimiyah Tambakberas Jombang, dibawah asuhan KH Abdul Nashir Fattah dan Bu Nyai Musyarofah Fattah.
Lulus Aliyah tahun 1999, ia diterima di Universitas Negeri Surabaya melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) jurusan Bimbingan Konseling. Aktif di organisasi sejak sekolah, mengantarkan ia menjadi Ketua Himpunan Mahasiwa Jurusan, Ketua BEM Fakultas dan Ketua DLM Unesa. Ia juga aktif sebagai pengurus PMII Komisariat UNESA dan saat ini menjadi Pembina PC PMII Kab Magetan. Jiwa kepemimpinannya memang terasah sejak ia masih di pesantren.
Lulus kuliah tahun 2004, idealismenya sebagai aktifis membawanya sebaga wartawan harian sore Surabaya Pos. Ia juga sempat mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional, menjadi juara 2 dan mendapat hadiah studi banding ke Negeri Tirai Bambu.
Setahun setelah lulus kuliah, Tahun 2005, Ida mengikuti tes CPNS guru di Magetan dan lulus. Ia pun mendapat tugas pertama sebagai guru di SMPN 2 Panekan Magetan (sekarang SMPN 1 Sidorejo).
Selama menjadi guru di SMPN 2 Panekan, ia tetap aktif di berbagai organisasi. Tahun 2006, ia menjadi sekertaris PC IPPNU Kab Magetan, dan mempertemukannya dengan seorang pemuda bernama Nur Wakhid, putra KH Suryani Maulana Chusain pemilik pesantren Roudhatul Huda Lembeyan Magetan. Mereka saling jatuh cinta dan sepakat melanjutkan jenjang perkawinan.
Aku masih ingat, awalnya Bapak tidak setuju Ida disunting Nur Wakhid. Bapak ingin calon menantu yang lebih mentereng untuk anak bungsu kesayangan dan kebanggaannya. Namun Ida maju terus. Dia bilang kepadaku, tak akan menikah kecuali dengan pemuda bernama Nur Wakhid. Memang apa sih kelebihannya, tanyaku saat itu. Aku tuh, Mas, kalau lihat wajahnya, senyumnya itu maniiis sekali, katanya. Khas muda-mudi yang lagi kasmaran.
Tanggal 21 April 2007, akhirnya mereka menikah setelah mendapat restu dari Bapak. Dan tampaknya pilihan Ida tidak salah, 2 tahun kemudian Pak Wakhid, begitu aku biasa memanggil adik iparku, mengikuti pemilu legislatif dan terpilih sebagai anggota dewan.
Sejak itu sampai sekarang, Pak Wakhid ikut pemilu legislative dan selalu terpilih. Mungkin karena ia sosok yang dicintai rakyatnya. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai 5 orang anak, 1 orang perempuan dan 4 orang laki-laki. Tak lama setelah mengajar di SMPN 2 Magetan, ia pindah mengajar di SMPN 1 Lembeyan.
Disela-sela tugasnya sebagai guru, mengurus putra-putri dan mendampingi suaminya mengurus pesantren, kecintaannya kepada dunia pendidikan membuat ia mengambil kuliah S2 Bimbingan Konseling di Universitas Negeri Malang. Tahun 2013 ia menyelesaikan kuliahnya dengan nilai yang memuaskan
Setahun setelah lulus kuliah S2, tepatnya Tahun 2014, idealismenya sebagai pendidik membuat ia bersama suaminya memutuskan untuk mendirikan sekolah SMK Roda Magetan ( @smk_rodamagetan_) dan kemudian SMP Roda Magetan di area pesantren. Sekolah ini kini berkembang cepat. Mba Ida menjadi ASN sekaligus Kepala Sekolah di lembaga pendidikan tersebut.
Pendidikan, Dakwah dan Organisasi. Ya, itulah 3 hal yang menjadi bagian dari hari-harinya. Saat ini, ia masih tercatat sebagai Ketua PAC Muslimat NU Lembeyan, Ketua PC LP Maarif NU Kab Magetan, Sekertaris 2 PC Muslimat NU Kab Magetan, Sekertaris Badan Musyawarah Perguruan Swasta Kab Magetan, juga sebagai Bendahara Lembaga MKKS SMK Maarif NU Jawa Timur. Jiwanya tak pernah lelah untuk memberikan pengabdian terbaik, melaksanakan amanah yang ditugaskan kepadanya.
Ketika ia akhirnya maju dan bertarung dalam pilkada Kab Magetan di usia yang masih 43 tahun, kami keluarga besar tentu kaget. Bagaimana mungkin ia yang selama ini aktif dalam dunia pendidikan dan dakwah, maju dan masuk ke dunia politik yang, konon kata orang, kejam dan penuh tipu daya?
“Aslinya aku tidak terbiasa, tapi aku melaksanakan amanah para Kyai. Beliau-beliau minta aku maju. Bismillah, aku laksanakan semampuku”. Tapi kan dunia politik penuh intrik? “Ya, tapi aku merasa selama ini selalu menjaga hubungan baik dengan semua orang. Sebagai orang baru, aku merasa tidak punya catatan untuk dijatuhkan. Maju saja semampunya”
Bagaimana dengan status ASN? “Aku siap melepasnya. Apa yang kubangun selama ini, insyaAllah aku sudah memiliki penghasilan yang cukup diluar ASN. Aku siap menjalankan amanah ini dengan segala konsekwensinya”
Aku sungguh terharu dengan semangat adikku ini, yang selalu berusaha kuat melaksanakan amanah yang diembannya. Dengan segala konsekwensinya. Tak terhentikan. Mungkin, karena darah pejuang Kakeknya, KH Moch Djazuli mengalir dalam dirinya. Mungkin, karena semangat dakwah KH Abdul Nashir Fattah Tambakberas mengakar dalam jiwanya. Mungkin, karena semangat pendidik Ibunya menurun kepadanya. Mungkin, karena ia didampingi suami yang tidak menghalangi aktifitasnya.
Apapun, kini aku hanya bisa berdoa untukmu, adikku. Jika azzam telah dipatri, selanjutnya bertawakkal kepada pemilik langit bumi. Jika pandai meniti buih, selamat badan sampai tujuan. Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Semoga lancar, diberikan kemudahan dan mendapat hasil terbaik, adikku. Doaku menyertaimu. Saat aku menutup tulisan ini, air mataku mengalir di pipi. (*)
Penulis : Faisal Alami